MENGGAPAI KEMULIAAN ISLAM DENGAN ILMU

Posted by Ria Olive Regina | Posted in | Posted on 09.53

MENGGAPAI KEMULIAAN ISLAM DENGAN ILMU

Penulis : Ust Abdussalam -hafizhahullah-
Kemuliaan adalah suatu kedudukan terhormat yang selalu didambakan oleh setiap orang dalam menjaga kewibawaan dan harga diri seseorang, sehingga orang tersebut menyangka bahwa dirinya akan selalu dihormati dan disegani oleh suatu kaum karena kemuliaan dan kewibawaannya. Dan dari sini kita perhatikan bahwa setiap orang merasa dituntut dan berkepentingan untuk mendapat kemuliaan dengan berbagai macam cara.
Ada sebagian diantara mereka yang menempuh cara dengan melakukan pendekatan secara spiritual, dia ingin selalu tampil sebagai orang yang ditokohkan dalam setiap kegiatan peribadatan dan upacara-upacara adat agar dikatakan sebagai orang yang suci dan dimuliakan oleh pengikutnya. Dan sebagian diantara mereka ada yang menempuh dengan pendekatan secara politik dengan menampilkan diri sebagai figur dan tokoh yang ahli dalam membidangi masalah yang terkait dengan pengaturan tata kenegaraan suatu Negara, dan hal ini dimaksudkan agar dirinya mendapat posisi penting dalam suatu jabatan yang akan disegani oleh pandangan suatu kaum. Dan sebagian diantara mereka ada yang menempuh dengan cara usaha mengadakan perbaikan dan pembenahan status perekonomian yang terkadang usaha tersebut diiringi dengan persaingan yang tidak sehat terhadap lawan bisnisnya karena dia melihat bahwa harta itu bisa mengangkat dirinya pada tingkat yang mulia. Dan terkadang seseorang mencari kemuliaan itu dengan cara menonjolkan kefanatikan terhadap sesuatu yang dibanggakan dari keistimewaan yang ada pada kelompok atau suku tertentu, yang terkadang mereka akan tersinggung dan merasa jatuh kemuliaan dan kewibawaannya bila sifat yang diistimewakan oleh mereka itu dibicarakan , bahkan mereka akan pertaruhkan nyawa demi mengembalikan kewibawaan kelompok tersebut. Dan sebagian diantara mereka ada yang mencari kemuliaan dengan ilmu agama yang Allah U berikan padanya, namun karena kurang ketakwaan kepada Allah U sehingga hal ini akan merusakkan niat yang ada dalam hatinya, hal ini biasanya menimpa pada orang yang diberi sedikit ilmu oleh Allah r lalu dia ingin selalu berpenampilan sebagai orang yang mampu untuk berbicara masalah agama dan urusan kemaslahatan umat, bahkan sekali waktu dalam ceramahnya dia berani menampilkan statment yang menghujat Al-Haq  dan Ahlul Haq dari para da’i dan ulama yang mengajak kepada kebenaran, disebabkan karena dia ini tidak mau kehilangan pengikut dan direndahkan dirinya.
Begitulah cara manusia dalam mencapai kemuliaan, akan tetapi siapa orang yang mencari kemuliaan selain yang ditunjukkan oleh Islam maka dirinya akan dihinakan oleh Allah U sebagaimana dikatakan oleh Umar bin Khathtabt: “Sungguh Allah telah memuliakan kita dengan Islam, maka barang siapa yang mencari kemuliaan dengan ajaran yang lainnya niscaya Allah akan menghinakannya”, dan Umar t pernah mengatakan juga: “Sesungguhnya kita suatu kaum yang hina, lalu Allah memuliakan kita dengan agama ini, maka barang siapa yang mencari kemuliaan pada selain agama ini niscaya Allah akan menghinakannya”.
Dan kemuliaan itu sebenarnya hanya milik Allah, Rasul dan orang yang beriman, sebagaimana firman Allah  U:
وَ لِلّهِ الْعِزَّةُ وَ لِرَسُوْلِهِ وَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
“Dan kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin” (Al-Munafiqun: 8).
Imam Al-Baghawi menafsirkan: “Kemuliaan  Allah adalah Allah telah menaklukkan makhluk-Nya, kemuliaan Nabi adalah ditampakkannya agama Nabi di muka bumi dengan dimenangkannya di atas seluruh agama yang lainnya, kemuliaan seorang mukmin adalah pertolongan Allah kepada orang-orang mukmin dalam menghadapi orang-orang kafir” (tafsir Al-Baghawi).
Jadi hamba yang beriman kepada Allah itu dirinya akan dimuliakan oleh Allah dan tidak akan merasa hina dan sedih dengan rendahnya dunia yang ada dihadapannya, setelah mereka dimuliakan oleh Allah U dengan hakikat kebenaran yang ada pada mereka, Allah U berfirman:
وَ لاَ تَهِنُوْا وَ لاَ تَحْزَنُوْا وَ أَنْتُمُ اْلأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” (Ali ‘Imran: 139)
Telah diriwayatkan dari Umar bin Khaththab t, bahwa beliau pernah datang ke Syam lalu nampak padanya sungai besar dan beliau mau menyeberangi, lalu beliau turun dari ontanya dan beliau cabut kedua sepatunya dan dipegangnya, lalu beliau menyeberangi sungai tersebut dengan ontanya, maka Abu Ubaidah t berkata padanya: “Sungguh engkau sekarang ini telah melakukan pekerjaan yang sangat besar dihadapan penduduk bumi”, lalu Umar menepuk dadanya dan berkata: “Aduhai sekiranya yang mengatakan ini bukan engkau wahai Abu Ubaidah, kalian dulu orang yang paling hina dan rendah, lalu Allah muliakan kalian dengan Rasul-Nya, maka bagaimanapun yang kalian cari kemuliaan selain beliau niscaya Allah akan menghinakan kalian..”. Dalam riwayat lain: Tatkala Umar datang ke Syam disambut oleh manusia sedang beliau di atas ontanya, maka ada yang mengatakan: “Duhai kalau sekiranya engkau pakai kuda yang gagah niscaya para pembesar mereka akan menyambutnya”, maka Umar berkata: “Aku tidak ingin lihat kalian di sini, tapi semua urusan itu datang dari sana”, beliau mengisyaratkan ke langit dan berkata: “Biarkan ontaku berjalan..”.
Begitulah pandangan para sahabat- sahabat Nabi r, mereka melihat suatu kemuliaan itu bisa dicapai dengan mengikuti sunnah Nabi r, dan siapa saja yang tidak mengikuti beliau maka akan dihinakan-Nya, sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi r:
وَ جُعِلَ الذُّلُّ وَ الصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي
“Dijadikan kehinaan dan kerendahan itu pada orang-orang yang menyelisihi perintahku”. (HR. Thabrani, dishahihkan oleh Al-Albani)
Dan dalam pembahasan ini kami ingin menyampaikan dalam topik pembahasan, yang pertama: Sebab-sebab umat Islam kehilangan kemuliannya, dan yang kedua: Kiat-kiat untuk menggapai kemuliaan kembali.
I. Sebab umat kehilangan kemuliannya
1)    Minat untuk belajar ilmu agama sudah mulai berkurang di zaman sekarang ini.
2)    Para ulama banyak yang meninggal.
3)    Banyak orang yang berbicara agama dengan pemikirannya.
4)    Terjadi pencampur adukkan antara ajaran yang bukan dari Islam dengan syariat Islam.
5)    Keyakinan yang lemah terhadap ajaran Islam yang shahih.
6)    Tidak melaksanakan ketentuan hukum  Islam.
(Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Asy-Syaikh Abdurrahman bin Yahya Al-Mu’allimi dalam muqaddimah kitab Fadhlush Shamad Syarh Adabul Mufrad).
7)    Terlalu berambisi dalam mengejar urusan dunia sampai menghalalkan segala hal yang diharamkan.
8)    Meninggalkan semangat perjuangan Islam dan tidak peduli dengan agamanya.
9)    Tidak ada kemauan untuk memperbaiki agama dengan mengikuti kembali ilmu yang diwariskan oleh Salafus Shalih.
10)              Kualitas umat telah menurun, baik aqidah, ibadah, manhaj dan perkara  lainnya dalam agama Islam.
11)              Umat Islam tidak berdaya menghadapi makar musuhnya dalam perang urat syaraf, sehingga harus tunduk dengan mengikuti pemikiran kafir baik secara ideology, peradaban dan kebudayaan.
12)              Umat Islam tidak ada keberanian dalam menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar, karena mereka telah dihantui adanya rasa takut mati.
Inilah beberapa hal yang menyebabkan umat Islam jatuh kewibaannya dan hilang kemuliaannya, sebagaimana banyak disebutkan dalam beberapa hadits yang shahih serta perkataan ulama salaf .
Namun bukan berarti umat Islam ini sudah tidak ada kemampuan lagi untuk menggapai kemuliaan yang telah hilang.
II. Kiat-kiat untuk menggapai kemuliaan
Disini akan ditunjukkan kiat-kiat untuk meraih kembali kemuliaan kaum muslimin sebagaimana bimbingan para ulama Ahlus Sunnah.
Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Rasulullah r diatas bahwa:“Dijadikan kehinaan dan kerendahan itu pada orang yang telah menyelisihi perintahku”.
Dan beliau r juga bersabda: “(bahwa) Suatu kehinaan itu tidak akan dicabut oleh Allah sampai kalian kembali kepada agama kalian”.
Allah U berfirman:
وَعَدَ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَ لَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَ لَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُوْنَنِي لاَ يُشْرِكُوْنَ بِي شَيْئًا وَ مَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذلِكَ فَأُولئِكَ هُمُ الْفَاسِقُوْنَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih di antara kamu bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”(An-Nur: 55)
Syaikh Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhufairy menjelaskan ayat diatas:
“Maka setelah orang Arab membawa panji Islam baik secara ilmu, amal, keyakinan hati dan perubahan  yang nyata, maka Allah mengeluarkan manusia dari kegelapan hidup menuju kepada cahaya terang dengan sebab mereka (orang Arab tadi), dan mengeluarkan mereka dari kebodohan penyembahan keberhalaan dan kesyirikan menuju kepada tauhid, iman dan fitrah yang selamat, dan Allah menyelamatkan mereka dari perbudakan kepada sesama manusia, kezhaliman para thaghut (segala yang dipertuhankan selain Allah dan mereka senang), dan tindakan sewenang-wenang dari berbagai agama yang menyimpang menuju kepada kemerdakaan yang hakiki yakni hanya beribadah kepada Allah Tuhan manusia saja. Dimana manusia telah melihat pada mereka (orang Arab dari kalangan para shahabat Nabi)  ada ilmu yang benar, akhlak yang terpuji, amanah dan kebenaran kalimatulhaq.
Dan demikian inilah yang akan tetap melanggengkan kemuliaan, kedudukan dan kebahagiaan bagi orang-orang yang berpegang teguh dengan ajaran agama yang pernah dipegangi oleh generasi Islam yang pertama”.

Comments (0)

Posting Komentar